Saturday, 30 May 2015

Pagi dan berbahagia

Tidak semua mencintai pagi. Tapi tidak juga pecintanya membenci malam. Hanya saja ia menjadi lebih tertarik melihat matahari. Melihat awal hidup yang baru.
Pada awal hari, berbalut senyum. Lalu bagaimanakah caranya berbahagia? Sebanyak itu pertanyaan yang harus terjawab. Dan berbahagia adalah semudah senyum yang tersungging. Semudah kata "selamat pagi" yang begitu ceria, dan sehangat sapaan mentarimu hari ini.
Entah berteman teh, kopi atau susu hangat pagi ini. Entah berbalut bahagia atau duka, harimu terlalu masih panjang untuk kau jadikan keluhan sejak pagi. Berbahagialah, semudah senyum itu tersungging. Berbahagialah, semudah bahagia itu menjadikanmu lebih ceria bersama cerita.

Sunday, 24 May 2015

Make-up expired?

Make-up expired? Emang bisa?

Seperti juga air mineral atau air kemasan lainnya , yang ketika dibuka menjadi basi. Make-up juga bisa mengalami hal serupa.
Ini biasanya agak menyesakan hati bagi para wanita-wanita. Gimana enggak, make-up-nya yang rata-rata lumayan mahal itu ternyata tidak dapat digunakan sampai masa kadaluarsa yang tertera pada labelnya. Dan, harus say good bye sama barang yang kayaknya masih bisa dipake itu tentunya tidak menyenangkan.
Tapi Ladies, awas yaa, penggunaan make-up yang maksa juga bikin badan kamu yang rugi kan. Jadi mending ditelisik aja dulu gimana pemakaian yang aman. Dan biar nggak buang-buang make-up, bisa kan yang fungsinya sama satunya disimpen dulu. Soalnya ternyata pemakaian make-up ini berubah kalo misalnya kemasannya udah dibuka.
Kenapa?
Kenapa mesti gitu? Pasti itukan pertanyaan kalian. Padahal tanpa kita sadari ada berbagai bahan pada make-up yang kita pakai. Dan bahan-bahan itu akan berinteraksi dengan udara bebas jika telah dibuka kemasannya. Masih mending kalau masih bisa dipakai dan tidak membahayakan, kalau sebaliknya? Kan kita juga si pemakai yang kelimpungan.
Jadi gimana cara pemakaiannya? Ini dia beberapa waktu yang rata-rata bisa digunakan pada make-up yang telah dibuka kemasannya


Lebih diperhatikan ya Ladies, ini juga buat keamanan kita sebagai pengguna Make-up. Menjadi pemerhati yang baik untuk kebaikan sendiri. :)

Buaian Malam


Lalu apa yang kau pikirkan tentang harimu sekarang? Ketika kamu berteman kopi atau teh. Mana pun yang menjadi kesukaanmu. Bukankah mereka yang akan menemani kepingan harimu. Bukan dengan gundah yang begitu betah. Hanya berteman rasa yang masih pada tahap yang sama.
Lalu malammu kian menanjak, ditemani dewi yang tak lelah jua menimati pemandangan bumi. Pemandangan yang ada di kejauhan. Dan kamu salah satunya. Terdudukan kamu sekarang? Atau kamu sedang terlelap bersama malam yang kian larut?
Ini bukan purnama, tapi malam kian menjulang dengan romansanya. Lalu perlahan dibuai syahdu para pencinta. Tak cukup pecinta malam, pecinta siang pun terlelap dalam diamnya. Aku dipeluk dingin dan diamnya malam. Lalu aku mencium aromanya. Ah, aku masih terpukau. Diam yang juga mengalirkan hangat, membuaimu dalam damai. Lalu ketenangan mana lagi yang kau cari saat ini?

Sunday, 10 May 2015

Benign Prostate Hyperplasia

Definisi

Kelenjar prostat adalah organ tubuh pria yang terletak di sebelah inferior bulibuli dan membungkus uretra posterior. Paling sering mengalami pembesaran, baik jinak maupun ganas. Bila mengalami pembesaran, organ ini membuntu uretra pars prostatika dan menghambat aliran urin keluar dari buli-buli. Benign Prostate Hyperplasia (BPH) merupakan Pembesaran Prostat Jinak (PPJ) yang menghambat aliran urin dari buli-buli. Pembesaran ukuran prostat ini akibat adanya hiperplasia stroma dan sel epitelial mulai dari zona periurethra.
 Gambaran prostat normal dan terjadi pembesaran prostat.

Etiologi


Penyebab dari BPH sampai sekarang belum dapat dipahami dengan jelas. Tidak ada informasi yang jelas tentang faktor resiko terjadinaya BPH. Beberapa penelitian menunjukan bahwa BPH banyak terjadi pada orang tua dan tidak berkembang pada pria yang testisnya diambil sebelum usia pubertas. Karena alasan ini, beberapa peneliti percaya bahwa faktor yang berhubungan dengan usia dan testis pria sangat berpengaruh dengan perkembangan BPH. Pria memproduksi hormon terpenting pada sistem reproduksi yaitu testosteron dan sebagian kecil adalah hormon estrogen. Pada saat pria mulai berumur maka jumlah testosteron yang aktif di dalam darah menurun dan kadar estrogen lebih tinggi. Penelitian yang dilakukan pada binatang menunjukkan bahwa BPH disebabkan oleh tingginya kadar estrogen dalam darah disertai dengan peningkatan aktivitas dari substansi yang mempercepat pertumbuhan sel.
Walaupun prostat terus membesar selama lebih dari separuh hidup manusia, pembesarannya tidak selalu menimbulkan masalah sampai pada usia terakhir manusia. Dengan bertambahnya usia akan terjadi keseimbangan testosteron estrogen, karena produksi testosteron menurun dan terjadi konversi testosteron menjadi estrogen pada jaringan adiposa di perifer. Berdasarkan angka autopsi perubahan mikroskopik pada prostat dapat ditemukan pada usia 30-40 tahun. Bila perubahan mikroskopiuk ini terus berkembang akan terjadi perubahan patologik anatomik. Pada pria usia 50 tahun angka kejadiannya sekitar 50%, dan pada usia 80 tahun sekitar 80%. Sekitar 50% dari angka tersebut diatas akan menyebabkan tanda dan gejala klinik.
Penelitian lain mengatakan BPH lebih banyak disebabkan karena dehidrotestoteron (DHT), yaitu substansi yang merupakan derivat dari testoteron dalam prostat yang membantu mengatur pertumbuhan kelenjar prostat. Beberapa binatang kehilangan kemampuannya untuk memproduksi DHT ketika tua. Walau demikian, beberapa penelitian menyatakan bahwa walaupun kadar testoteron dalam darah menurun tetapi DHT terkumpul dalam jumlah besar di dalam prostat. Akumulasi DHT ini mengakibatkan pertumbuhan sel. Jadi para peneliti tersebut menitikberatkan bahwa pria yang tidak memproduksi DHT tidak terjadi pembesaran kelenjar prostat..
Beberapa teori telah dikemukakan berdasarkan faktor histologi, hormon, dan faktor perubahan usia, di antaranya:
1.Teori DHT (dihidrotestosteron): testosteron dengan bantuan enzim 5-a reduktase dikonversi menjadi DHT yang merangsang pertumbuhan kelenjar prostat.
2.Teori Reawakening. Teori ini berdasarkan kemampuan stroma untuk merangsang pertumbuhan epitel. Menurut Mc Neal, seperti pada embrio, lesi primer BPH adalah penonjolan kelenjar yang kemudian bercabang menghasilkan kelenjar-kelenjar baru di sekitar prostat. Ia menyimpulkan bahwa hal ini merupakan reawakening dari induksi stroma yang terjadi pada usia dewasa.
3.Teori stem cell hypotesis. Isaac dan Coffey mengajukan teori ini berdasarkan asumsi bahwa pada kelenjar prostat, selain ada hubungannya dengan stroma dan epitel, juga ada hubungan antara jenis-jenis sel epitel yang ada di dalam jaringan prostat. Stem sel akan berkembang menjadi sel aplifying. Keduanya tidak tergantung pada androgen. Sel aplifying akan berkembang menjadi sel transit yang tergantung secara mutlak pada androgen, sehingga dengan adanya androgen sel ini akan berproliferasi dan menghasilkan pertumbuhan prostat yang normal.
4.Teori growth factors. Teori ini berdasarkan adanya hubungan interaksi antara unsur stroma dan unsur epitel prostat yang berakibat BPH. Faktor pertumbuhan ini dibuat oleh sel-sel stroma di bawah pengaruh androgen. Adanya ekspresi berlebihan dari epidermis growth factor (EGF) dan atau fibroblast growth factor (FGF) dan atau adanya penurunan ekspresi transforming growth factor- b (TGF - b, akan menyebabkan terjadinya ketidakseimbangan pertumbuhan prostat dan menghasilkan pembesaran prostat.
Namun demikian, diyakini ada 2 faktor penting untuk terjadinya BPH, yaitu adanya dihidrotestosteron (DHT) dan proses penuaan. Pada pasien dengan kelainan kongenital berupa defisiensi 5-a reduktase, yaitu enzim yang mengkonversi testosteron ke DHT, kadar serum DHT-nya rendah, sehingga prostat tidak membesar. Sedangkan pada proses penuaan, kadar testosteron serum menurun disertai meningkatnya konversi testosteron menjadi estrogen pada jaringan periperal. Pada anjing, estrogen menginduksi reseptor androgen. Peran androgen dan estrogen dalam BPH adalah kompleks dan belum jelas benar. Tindakan kastrasi sebelum masa pubertas dapat mencegah BPH. Pasien dengan kelainan genetik pada fungsi androgen juga mempunyai gangguan pertumbuhan prostat. Dalam hal ini, barangkali androgen diperlukan untuk memulai proses PPJ, tetapi tidak dalam hal proses pemeliharaan. Estrogen berperan dalam proses hiperplasia stroma yang selanjutnya merangsang hiperlpasia epitel.

Patifisiologi

Pembesaran prostat menyebabkan terjadinya penyempitan lumen uretra pars prostatika dan menghambat aliran urin sehingga menyebabkan tingginya tekanan intravesika. Untuk dapat mengeluarkan urin, buli-buli harus berkontraksi lebih kuat guna melawan tahanan, menyebabkan terjadinya perubahan anatomik buli-buli, yakni: hipertropi otot destrusor, trabekulasi, terbentuknya selula, sakula, dan divertikel buli-buli. Perubahan struktur pada buli-buli tersebut dirasakan sebagai keluhan pada saluran kemih bagian bawah atau Lower Urinary Tract Symptoms (LUTS). Tekanan intravesika yang tinggi diteruskan ke seluruh bagian buli-buli tidak terkecuali pada kedua muara ureter. Tekanan pada kedua muara ureter ini menimbulkan aliran balik dari buli-buli ke ureter atau terjadinya refluks vesikoureter. Jika berlangsung terus akan mengakibatkan hidroureter, hidronefrosis bahkan jatuh ke dalam gagal ginjal.

Gejala Klinis

Gejala pada saluran kemih bagian bawah terdiri atas sejak obstruksi dan iritatif yang umumnya meliputi. Keluhan storage diantaranya adalah kencing menjadi sering (frekuensi), terbangun di malam hari untuk kencing (nokturia), nyeri ketika kencing (disuria), dan tidak kuat menahan kencing (urgensi).Sementara keluhan voiding diantaranya :pancaran kencing menjadi lemah, sulit untuk mengawali kencing atau harus menunggu beberapa saat untuk kencing (hesitansi), ada perasaan tidak lampis setelah kencing, dan juga aliran yang terputus ketika kencing (intermitensi). Satu keluhan lain adalah post micturition symptom ditandai dengan adanya aliran yang menetes pada saat akhir kencing.
Gejala pada saluran kemih bagian atas Keluhan akibat penyulit hiperplasia prostat pada saluran bagia atas berupa gejala obstruksi antara lain ; nyeri pinggang, benjolan dipinggang (yang merupakan tanda dari Hydroneprhosis) atau demam yang merupakan tanda dari infeksi atau urosepsis. Gejala diluar saluran kemih. Tidak jarang pasien berobat kedokter karena mengeluh adanya hernia inguinalis dan hemoroid akibat sering mengejan pada saat meningkatkan tekanan intra abdomen. Selain itu pada pemeriksaan fisik mungkin di dapat buli-buli yang terisi penuh dan teraba massa kistik di daerah supra simphisis akibat retensi urine. Pada pemeriksaan colok dubur didapatkan konsistensi prostat kenyal seperti mraba ujung hidung, lotus kanan dan kiri simetris dan tidak di dapatkan nodul.

Pemeriksaan

  • Anamnesa
1. Keluhan pada saluran kemih bagian bawah 
Manifestasi klinis timbul akibat peningkatan intrauretra yang pada akhirnya dapat menyebabkan sumbatan aliran urin secara bertahap. Meskipun manifestasi dan beratnya penyakit bervariasi, tetapi ada beberapa hal yang menyebabkan penderita datang berobat, yakni adanya LUTS. Untuk menilai tingkat keparahan dari LUTS, bebeapa ahli/organisasi urologi membuat skoring yang secara subjektif dapat diisi dan dihitung sendiri oleh pasien. Sistem skoring yang dianjurkan oleh WHO adalah international Prostatic Symptom Score (IPSS). Sistem skoring IPSS terdiri atas 7 pertanyaan yang berhubungan 6 dengan keluhan LUTS dan 1 pertanyaan yang berhubungan dengan kualitas hidup pasien. Dari skor tersebut dapat dikelompokkan gejala LUTS dalam 3 derajat, yaitu: Ringan : skor 0-7 Sedang : skor 8-19 Berat : skor 20-35
2. Gejala pada saluran kemih bagian atas 
Keluhan dapat berupa gejala obstruksi antara lain, nyeri pinggang, benjolan di pinggang (hidronefrosis) dan demam (infeksi, urosepsis).
3. Gejala diluar saluran kemih Tidak jarang pasien berobat ke dokter karena mengeluh adanya hernia inguinalis atau hemoroid, yang timbul karena sering mengejan pada saat miksi sehingga mengakibatkan peningkatan tekanan intraabdominal.
  • Pemeriksaan Fisik 
Pada pemeriksaan fisik mungkin didapatkan buli-buli yang penuh dan teraba massa kistik di daerah supra simpisis akibat retensi urin. Pemeriksaan colok dubur atau Digital Rectal Examination (DRE) merupakan pemeriksaan fisik yang penting pada BPH, karena dapat menilai tonus sfingter ani, pembesaran atau ukuran prostat dan kecurigaan adanya keganasan seperti nodul atau perabaan yang keras. Pada pemeriksaan ini dinilai besarnya prostat, konsistensi, cekungan tengah, simetri, indurasi, krepitasi dan ada tidaknya nodul. Colok dubur pada BPH menunjukkan konsistensi prostat kenyal, seperti meraba ujung hidung, lobus kanan dan kiri simetris, dan tidak didapatkan nodul. Sedangkan pada karsinoma prostat, konsistensi prostat keras dan teraba nodul, dan mungkin antara lobus prostat tidak simetri.
  • Pemeriksaan Laboratorium
Sedimen urin diperiksa untuk mencari kemungkinan adanya proses infeksi atau inflamasi pada saluran kemih. Obstruksi uretra menyebabkan bendungan saluran kemih sehingga menganggu faal ginjal karena adanya penyulit seperti hidronefrosis menyebabkan infeksi dan urolithiasis. Pemeriksaan kultur urin berguna untuk mencari jenis kuman yang menyebabkan infeksi dan sekaligus menentukan sensitivitas kuman terhadap beberapa antimikroba yang diujikan. Pemeriksaan sitologi urin digunakan untuk pemeriksaan sitopatologi sel-sel urotelium yang terlepas dan terikut urin.
Pemeriksaan gula darah untuk mendeteksi adanya diabetes mellitus yang dapat menimbulkan kelainan persarafan pada buli-buli. 
Jika dicurigai adanya keganasan prostat perlu diperiksa penanda tumor prostat (PSA). Pencitraan Foto polos perut berguna untuk mencari adanya batu opak di saluran kemih, batu/kalkulosa prostat atau menunjukkan bayangan buli-buli yang penuh terisi urin, yang merupakan tanda retensi urin.
  • Pemeriksaan IVP dapat menerangkan adanya :
- kelainan ginjal atau ureter (hidroureter atau hidronefrosis)
- memperkirakan besarnya kelenjar prostat yang ditunjukkan dengan indentasi prostat (pendesakan buli-buli oleh kelenjar prostat) atau ureter bagian distal yang berbentuk seperti mata kail (hooked fish) 
- penyulit yang terjadi pada buli-buli, yakni: trabekulasi, divertikel, atau sakulasi buli-buli
Pemeriksaan IVP tidak lagi direkomendasikan pada BPH.
  • Pemeriksaan USG
USG secara Trans Rectal Ultra Sound (TRUS) digunakan untuk mengetahui besar dan volume prostat, adanya kemungkinan pembesaran prostat maligna sebagai petunjuk untuk melakukan biopsi aspirasi prostat, menentukan jumlah residual urin dan mencari kelainan lain pada buli-buli.
Pemeriksaan Trans Abdominal Ultra Sound (TAUS) dapat mendeteksi adanya hidronefrosis ataupun kerusakan ginjal akibat obstruksi BPH yang lama.
  • Pemeriksaan lain
Pemeriksaan derajat obstruksi prostat dapat diperkirakan dengan mengukur: 
- residual urin, diukur dengan kateterisasi setelah miksi atau dengan pemeriksaan ultrasonografi setelah miksi 
- pancaran urin (flow rate), dengan menghitung jumlah urin dibagi dengan lamanya miksi berlangsung (ml/detik) atau dengan uroflowmetri.

Penatalaksanaan

Tidak semua penderita BPH memerlukan terapi, untuk menentukan apakah penderita BPH perlu mendapatkan terapi serta modalitas terapi mana yang akan dipilih tergantung dari berat ringannya keluhan serta tanda-tanda klinis dari penderita. Keluhan ringan, sedang atau bert dinilaindengan menggunakan sistem skoring. 

Tujuan terapi pada pasien BPH adalah mengembalikan kualitas hidup pasien. Bila LUTS dikaitkan dengan BPH, tingkat gangguan dari gejala atau yang mempengaruhi kualitas hidup harus dipertimbangkan disaat menentukan pilihan tatalaksana terbaik. Masalah medis yang lain mungkin dapat mempengaruhi tatalaksana BPH. Bebereapa modalitas terapi untuk BPH antara lain :

1. Watchful Waiting (Observasi)
Watchful atau observasi adalah hanya mengawasi saja secara berkala dan tidak memberikan pengobatan. Pengawasan berkala maksudnya adalah memeriksa ulang setiap 3-6 bulan kemudian setiap tahun tergantung keadaan penderita. Pada pemeriksaan ulang ini dinilai skor dari simtomnya, fisik, laboratorium dan flow urinnya. Indikasi dari sikap ”watchful“ adalah BPH yang diketemukan secara kebetulan, penderita dengan keluhan yang ringan (berdasarkan nilai skoring) serta tidak dijumpai penyulit.

2. Medikamentosa
Indikasi dari terapi medikamentosa adalah BPH dengan keluhan ringan, sedang, berat tanpa disertai penyulit dan BPH dengan indikasi terapi pembedahan tetapi masih terdapat indikasi kontra atau belum “well motivied”. Macam obat yang digunakan adalah :
a. Supresi Androgen
Asumsi yang mendasari terapi dengan supresi androgen pada BPH adalah kontrasi atau supresi androgen menurunkan volume dan gejala prostat pada penderita BPH, dan pria dengan kelainan bawaan berupa defisiensi enzim 5 α reduktase, ternyata kelenjar prostat tidak berkembang. Supresi androgen dapat terjadi dengan memberikan :
1) Penghambat enzim 5 α reduktase
2) Anti androgen
3) Analog Luteinizing hormone relasting hormone (LHRH).
Anti androgen dan analog LHRH tidak dipakai untuk pengobatan BPH karena efek sampingnya sangat merugikan. Efek samping tersebut ialah hilangnya libido, impotensi, hilangnya habitus pria, ginekomastia dan rasa panas di wajah. Keuntungan dari inhibitor 5 α reduktase adalah tidak menurunkan kadar testoteron di dalam darah, sehingga efek samping seperti disebutkan diatas jarang terjadi. Prinsip kerja dari obat ini menghambat metabolisme testoteron menjadi dehidrotestoteron (DHT) yang mrupakan zat aktif perangsang terjadinya hiperplasi prostat. Obat 5 α reduktase yng tersedia di pasar adalah golongan Finasterida dengan nama dagang di Indonesia PROSCAR. Obat ini diberikan per oral, sekali sehari/ tablet. Secara berkala penderita diperiksa lagi dan dievaluasi parameter pra terapi. Bila menunjukkan perbaikan terapi diteruskan dan bila tidak, dipertimbangkan terapi pembedahan.

b. Golongan Alpha Blocker
Tegangan otot polos prostat dikontrol dominan oleh reseptor alpha-1. Kontraksi otot polos prostat, yang merupakan bagian dari sindroma obstruktif BPH, dapat dihambat oleh obat-obat alpha blocker, misalnya : phenoxybenzamin, alfuzosin, doxazin, indoramin dan terazosin. Tetapi harus dimulai dengan dosis rendah dan dengan hati-hati dinaikkan, tergantung respons individual. Penelitian kontrol plasebo, menunjukkan bahwa alpha blocker dapat memperbaiki flow urin dan gejala-gajala BPH. Obat ini harus diberikan dengan cara titrasi (dosis dinaikkan bertahap), biasanya perbaikan tampak 2-3 minggu setelah pemberian dan bila tidak ada efek setelah 3-4 bulan pemberian secara titrasi, maka alternatif terapi lain harus dipertimbangkan.
Pada tiga studi menggunakan alpha blocker menghasilkan hasil yang sama. Skor keluhan menurun dengan mean 16,85-17,9% dibanding 14,5% pada plasebo. Flow urin membaik kurang lebih 3 ml/ detik.
Efektifitas jangka panjang belum diketahui. Efek samping yang dapat terjadi meliputi takikardi, palpitasi, kelemahan, lelah dan hipertensi postural yang dapat menimbulkan masalah pada pasien-pasien pasca penyakit serebrovaskuler atau riwayat sinkop. Pusing atau vertigo dan sefalgia terjadi pada 10-15% pasien, dan hipertensi postural pada 2-5% pasien.

3. Intervensi Invasif
1) Open prostatektomi
Dikenal 2 cara :
a. Freyer
Teknik : suprapubik transvesikacal prostatektomi
Balfied tahun 1887 pertama kali melakukan pembedahan cara ini, kemudian oleh Sir Peter Freyer dari London dilaporkan pada kongres SIU di Paris tahun 1900.
b. Millin
Teknik : Retropubik transkapsular prostatektomi.
Tahun 1945 dikenalkan oleh Terence Millin dari Inggris
Keuntungan : Sumber perdarahan jelas dan apeks prostat lebih mudah dicapai.
Operasi terbuka ini dianjurkan pada BPH dengan berat lebih dari 50 gram atau yang diperkirakan tidak dapat reseksi dengan sempurna dalam waktu satu jam. BPH yang disertai penyulit, misalnya batu buli-buli yang diameternya lebih dari 2,5 cm atau multipel dan bila tidak tersedia fasilitas untuk melakukan TUR Prostat baik sarana maupun tenaga ahlinya.

2) Transuretra Reseksi Prostat (TURP)
Pada tahun 1900 diperkenalkan konsep tabung berjendela oleh Hugh Hampton Young dan tahun 1913 Reseksi prostat secara Sistoskopik dikerjakan pertama kali, alat tersebut dimasukkan ke dalam jaringan dan secara “blind” memotong jaringan tersebut dengan pisau yang terdapat dalam tabung tersebut.. Tahun 1924 Reinholdt Wapper dan George Wyeth menemukan electrical Cutting, kemudian Bowie dari Harvard berhasil mengembangkan suatu generator yang berfungsi sebagai cutting dan coagulating. Mc Carthey pada tahun 1932 memperkenalkan alat resektoskop penerawangan langsung dengan lensa for oblique dan kawat lengkung yang berfungsi sebagai pemotong dan koagulasi jaringan prostat. Sejak saat itu sampai sekarang reseksi prostat transuretra menjadi “gold standard” dari pembedahan prostat dan merupakan tindakan endo Urologik terbanyak (90-95%) untuk mengatasi obstruksi intravesikal yang disebabkan oleh BPH.

3) Transuretra Insisi Prostat (TUIP)
Pada TUIP tidak dikerjakan reseksi prostat tetapi hanya melakukan insisi pada posisi jam 5 dan jam 7 dari kelenjar prostat dengan menggunakan pisau dari Collin. TUIP pertama kali dilaporkan oleh ORANDI pada tahun 1973. TUIP hanya dikerjakan untuk BPH obstruktif yang ukurannya kecil, besar RT derajat I atau kurang dari 20 gram. Keuntungan dari TUIP adalah waktu operasi dan waktu rawat inap yang lebih singkat, penyulit yang jauh lebih sedikit tetapi insiden prostat kambuh tentu lebih sering yang masih berbeda pendapat adalah permasalahan tentang panjangnya serta dalamnya insisi.

4) Transuretra Laser Insisi Prostat (TULIP)
Sinar laser sudah lama berperanan dalam pembedahan dan terbukti manfaatnya. Jenis laser yang digunakan pada terapi BPH adalah Nd YAG laser. Pada tahun 1985 SHANBERG melaporkan penggunaan laser pada prostatektomi. Kendala utamanya adalah belum bisa mengarahkan sinar laser secara akurat. Juga karena yang digunakan saat itu kontak laser maka terjadi pengarangan pada ujung probe sehingga kekuatan laser berkurang. Saat ini telah berhasil dibuat peralatan untuk membelokkan sinar laser sehingga tepat mengenai lobus lateral dari prostat. Juga jenis probenya adalah non kontak probe.

4. Intervensi Invasif Minimal
Meliputi :
1) Transuretral Ballon Dilatasi (TUBD)
Dengan menggunakan balon kateter yang berkapasitas antara 75F-110F dengan tekanan antara 3-5 atmosfir, uretra prostatika di dilatasi selama 10-30 menit. Terapi ini dikerjakan untuk BPH yang kecil dan tanpa pembesaran dari lobus medius. Terdapat perbaikan keluhan dan flowmetrik sampai 3-6 bulan sesudah tindakan walaupun secara sitoskopik ternyata tidak ada perbedaan di daerah uretra prostatika pra dan pasca tindakan.
2) Prostat Stent
Stent dibuat dari bahan kawat yang dianyam hingga berbentuk tabung. Stent dipasang di uretra prostatika untuk mencegah berdempetnya prostat.
3) Terapi Termal , dibagi menjadi tiga macam antara lain :
a. Hipertermi
Kelenjar prostat dipanasi 41-45° C, dan pemanasannya dikerjakan dengan menggunakan “probe” baik transrektal ataupun transuretral. Pemanasan dilakukan beberapa kali dengan frekwensi 1-2 kali/ minggu. Setiap kali pemanasan berlangsung kurang lebih satu jam.
b. Transuretral Mikrowave Termoterapi (TUMT)
Termoterapi adalah penyempurnaan dari terapi hipertermia. Dengan menggunakan kateter 22F yang dihubungkan dengan sumber panas mikrowave 1296 MHZ, prostat dipanaskan 45-60° C, sementara itu secara terus-menerus uretra didinginkan sehingga mukosanya tidak rusak. Temperatur juga dipantau terus menerus. Dengan pemanasan yang cukup tinggi tadi akan terjadi destruksi, koagulasi dan akhirnya nekrosis. Pada termoterapi pemanasan dilakukan satu kali. Keuntungannya adalah tidak memerlukan anestesi umum maupun regional, tetapi peralatannya relatif mahal
c. Transuretral Needle Ablasi (TUNA)
Dengan menggunakan alat khusus yang dimasukkan ke kelenjar prostat, kemudian dengan microwave prostat dipanaskan sampai 120° C. Hasil yang pernah dilakukan menunjukkan perbaikan flow maksimal dari 9 ml/ deti menjadi 17 ml/ detik. Penelitian multi senter terus dikerjakan agar mendapat kasus yang cukup banyak untuk dapat diambilk kesimpulan guna generalisasi.

Saturday, 9 May 2015

Dispepsia

Salah satu penyakit yang dikenal masyarakat, dan cukup banyak dikeluhkan adalah dispespsia atau lebih dikenal dengan penyakit maag pada masyarakat luas. Udah sering dong ngalamin gejalanya. Gejala yang sering muncul biasanya berupa ketidaknyamanan pada daerah perut, berupa kembuh atau sebah. Bisa juga gejala lain seperti mual dan muntah. 

Definisi

Dispepsia merupakan kumpulan gejala berupa keluhan nyeri, perasaan tidak enak perut bagian atas yang menetap atau episodik disertai dengan keluhan seperti rasa penuh saat makan, cepat kenyang, kembung, sendawa, anoreksia, mual, muntah, heartburn, regurgitasi.
Menurut sebuah penelitian, prevalensi dispepsia bervariasi antara 3 % sampai 40 %. Variasi dalam angka prevalensi ini berkaitan dengan perbedaan dalam defenisi dispepsia pada penelitian tersebut.

Etiologi

Dalam lumen saluran cerna :
- Tukak peptik 
- Gastritis 
- Keganasan Gastroparesis 
Obat-obatan :
- Anti inflamasi non steroid AINs 
- Teofilin 
- Digitalis 
- Antibiotik 
Hepato-bilier :
- Hepatitis 
- Kolesistisis 
- Kolelitiasis 
- Keganasan 
- Disfungsi sphincter Odli 
Pankreas :
- Pankreatitis 
- Keganasan
Keadaan sistemik :
- Diabetes melitus 
- Penyakit tiroid 
- Gagal ginjal 
- Kehamilan 
- Penyakit jantung sistemik 
Gangguan fungsional :
- Dispepsia fungsional 
- Sindrom kolon iritatif

Patofisiologi

  1. Faktor Genetik
    Genetik merupakan faktor predisposisi pada penderita gangguan gastrointestinal fungsional. Faktor genetik dapat mengurangi jumlah sitokin antiinflamasi (Il-10, TGF-β). Penurunan sitokin anti inflamasi dapat menyebabkan peningkatan sensitisasi pada usus. Selain itu polimorfisme genetik berhubungan dengan protein dari sistem reuptake synaptic serotonin serta reseptor polimorfisme alpha adrenergik yang mempengaruhi motilitas dari usus. Insiden keluarga yang mengalami gangguan fungsional gastrointestinal berhubungan dengan potensi genetik. Perbedaan pada kelenjar axis hipotalamus pituitary adrenal menjadi hasil temuan yang menarik. Pada pasien gangguan gastrointestinal fungsional terjadi hiperaktifitas dari axis hypothalamus pituitarity adrenal
  2. Faktor Psikososial
    Penyelidikan atas pengaruh psikososisal mengungkapkan bahwa stres adalah faktor yang mempengaruhi dispepsia fungsional. Emosional yang labil memberikan kontribusi terhadap perubahan fungsi gastrointestinal. Hal ini akibat dari pengaruh pusat di enterik. Stres adalah faktor yang diduga dapat mengubah gerakan dan aktivitas sekresi traktus gastrointestinal melalui mekanisme-neuroendokrin. Satu studi menyatakan bahwa pada stres atau kecemasan dapat mengaktifkan reaksi disfungsi otonomik traktus gastrointestinal yang dapat menyebabkan gejala sakit perut berulang.
  3. Pengaruh Flora Bakteri
    Infeksi Helicobacter pylori  mempengaruhi terjadinya dispepsia fungsional. Penyelidikan epidemiologi menunjukkan kejadian infeksi Helicobacter pylori pada pasien dengan dispepsia cukup tinggi, walaupun masih ada perbedaan pendapat mengenai pengaruh Hp terhadap dispepsia fungsional. Diketahui bahwa Hp dapat merubah sel neuroendokrin lambung. Sel neuroendokrin menyebabkan peningkatan sekresi lambung dan menurunkan tingkat somatostatin.
  4. Gangguan motilitas dari saluran pencernaan
    Stres mengakibatkan gangguan motilitas gastrointestinal. Pada pasien dispepsia fungsional terjadi gangguan motilitas dibandingkan dengan kontrol yang sehat, dari 17 penelitian kohort yang di teliti pada tahun 2000 menunjukkan keterlambatan esensial dari pengosongan lambung pada 40% pasien dispepsia fungsional. Gastric scintigraphy ultrasonography dan barostatic measure menunjukkan terganggunya distribusi makanan didalam lambung, dimana terjadi akumulasi isi lambung pada perut bagian bawah dan berkurangnya relaksasi pada daerah antral. Dismolitas duodenum adalah keadaan patologis yang dapat terjadi pada dispepsia fungsional, dimana terjadi gangguan aktivitas mioelektrikal yang merupakan pengatur dari aktivitas gerakan gastrointestinal

Klasifikasi

Menurut Calcaneus (2010), klasifikasi klinis praktis didasarkan atas keluhan/gejala yang dominan. Dengan demikian, dispepsia dapat dibagi menjadi 3 tipe, yaitu dispepsia dengan keluhan seperti ulkus (ulcus-like dyspepsia) dengan gejala yang dominan adalah nyeri ulu hati, dispepsia dengan gejala seperti dismotilitas (dysmotility-like dyspepsia) dengan gejala yang dominan adalah kembung, mual, cepat kenyang, dan dispepsia nonspesifik yaitu dispepsia yang tidak bisa digolongkan dalam satu kategori diatas.

Gejala Klinis

Dispepsia fungsional dibagi menjadi dua kategori berdasarkan gejala atau keluhan: 
a. Postprandial Distress Syndrome
  • Rasa kembung setelah makan, terjadi setelah mengkonsumsi makanan porsi biasa paling sedikit beberapa kali selama seminggu. 
  • Cepat terasa penuh perut sehingga tidak dapat mernghabiskan makanan dengan porsi biasa paling tidak beberapa kali selama seminggu. 
b. Epigastric Pain Syndrome
  • Nyeri atau rasa terbakar terlokalisasi di epigastrium dengan tingkat keparahan sedang yang dialami minimal sekali seminggu. 
  • Nyeri interimiten.
  • Tidak berkurang dengan defekasi atau flatus.
  • Tidak memenuhi kriteria kelainan kandung empedu. 
Sindroma dispepsia dapat bersifat ringan, sedang, dan berat, serta dapat akut atau kronis sesuai dengan perjalanan penyakitnya. Pembagian akut dan kronik berdasarkan atas jangka waktu tiga bulan. Pada beberapa penderita, makan dapat memperburuk nyeri, sedangkan pada penderita lainnya, makan bisa mengurangi nyerinya. Gejala lain meliputi nafsu makan yang menurun, mual, sembelit, diare dan flatulensi (perut kembung). 

Pemeriksaan Penunjang

Pemeriksaan penunjang dilakukan untuk menyingkirkan adanya kelainan organik, pemeriksaan untuk dispepsia terbagi pada beberapa bagian.
  1. Pemeriksaan laboratorium, biasanya meliputi hitung jenis sel darah yang lengkap dan pemeriksaan darah dalam tinja, dan urin. Jika ditemukan leukositosis berarti ada tanda-tanda infeksi. Jika tampak cair berlendir atau banyak mengandung lemak pada pemeriksaan tinja kemungkinan menderita malabsorpsi. Seseorang yang diduga menderita dispepsia ulkus sebaiknya diperiksa derajat keasaman lambung. Jika diduga suatu keganasan, dapat diperiksa tumor marker seperti CEA (dugaan karsinoma kolon), dan CA 19-9 (dugaan karsinoma pankreas).
  2. Barium enema untuk memeriksa saluran cerna pada orang yang mengalami kesulitan menelan atau muntah, penurunan berat badan atau mengalami nyeri yang membaik atau memburuk bila penderita makan.
  3. Endoskopi bisa digunakan untuk mendapatkan contoh jaringan dari lapisan lambung melalui tindakan biopsi. Pemeriksaan nantinya di bawah mikroskop untuk mengetahui apakah lambung terinfeksi Helicobacter pylori. Endoskopi merupakan pemeriksaan baku emas, selain sebagai diagnostik sekaligus terapeutik.
  4. Pemeriksaan penunjang lainnya seperti foto polos abdomen, serologi H. pylori, urea breath test, dan lain-lain dilakukan atas dasar indikasi.

Penatalaksanaan

  1. Antasid 20-150 ml/hariGolongan obat ini mudah didapat dan murah. Antasid akan menetralisir sekresi asam lambung. Antasid biasanya mengandung Na bikarbonat, Al(OH)3, Mg(OH)2, dan Mg triksilat. Pemberian antasid jangan terusmenerus, sifatnya hanya simtomatis, unutk mengurangi rasa nyeri. Mg triksilat dapat dipakai dalam waktu lebih lama, juga berkhasiat sebagai adsorben sehingga bersifat nontoksik, namun dalam dosis besar akan menyebabkan diare karena terbentuk senyawa MgCl2.
  2. AntikolinergikPerlu diperhatikan, karena kerja obat ini tidak spesifik. Obat yang agak selektif yaitu pirenzepin bekerja sebagai anti reseptor muskarinik yang dapat menekan seksresi asama lambung sekitar 28-43%. Pirenzepin juga memiliki efek sitoprotektif.
  3. Antagonis reseptor H2Golongan obat ini banyak digunakan untuk mengobati dispepsia organik atau esensial seperti tukak peptik. Obat yang termasuk golongan antagonisrespetor H2 antara lain simetidin, roksatidin, ranitidin, dan famotidin.
  4. Penghambat pompa asam (proton pump inhibitor = PPI)Golongan obat ini mengatur sekresi asam lambung pada stadium akhir dari proses sekresi asam lambung. Obat-obat yang termasuk golongan PPI adalah omeperazol, lansoprazol, dan pantoprazol.
  5. SitoprotektifProstoglandin sintetik seperti misoprostol (PGE1) dan enprostil (PGE2). Selain bersifat sitoprotektif, juga menekan sekresi asam lambung oleh sel parietal. Sukralfat berfungsi meningkatkan sekresi prostoglandin endogen, yang selanjutnya memperbaiki mikrosirkulasi, meningkatkan produksi mukus dan meningkatkan sekresi bikarbonat mukosa, serta membentuk lapisan protektif (site protective), yang bersenyawa dengan protein sekitar lesi mukosa saluran cerna bagian atas (SCBA).
  6. Golongan prokinetik Obat yang termasuk golongan ini, yaitu sisaprid, domperidon, dan metoklopramid. Golongan ini cukup efektif untuk mengobati dispepsia fungsional dan refluks esofagitis dengan mencegah refluks dan memperbaiki bersihan asam lambung (acid clearance).
  7. Kadang kala juga dibutuhkan psikoterapi dan psikofarmaka (obat antidepresi dan cemas) pada pasien dengan dispepsia fungsional, karena tidak jarang keluhan yang muncul berhubungan dengan faktor kejiwaan seperti cemas dan depresi.