Definisi
Kelenjar prostat adalah organ tubuh pria yang terletak di sebelah inferior bulibuli
dan membungkus uretra posterior. Paling sering mengalami pembesaran, baik
jinak maupun ganas. Bila mengalami pembesaran, organ ini membuntu uretra pars
prostatika dan menghambat aliran urin keluar dari buli-buli. Benign Prostate
Hyperplasia (BPH) merupakan Pembesaran Prostat Jinak (PPJ) yang menghambat
aliran urin dari buli-buli. Pembesaran ukuran prostat ini akibat adanya hiperplasia
stroma dan sel epitelial mulai dari zona periurethra.
Gambaran prostat normal dan terjadi pembesaran prostat.
Etiologi
Penyebab dari BPH sampai sekarang belum dapat dipahami dengan jelas. Tidak ada informasi yang jelas tentang faktor resiko terjadinaya BPH. Beberapa penelitian menunjukan bahwa BPH banyak terjadi pada orang tua dan tidak berkembang pada pria yang testisnya diambil sebelum usia pubertas. Karena alasan ini, beberapa peneliti percaya bahwa faktor yang berhubungan dengan usia dan testis pria sangat berpengaruh dengan perkembangan BPH. Pria memproduksi hormon terpenting pada sistem reproduksi yaitu testosteron dan sebagian kecil adalah hormon estrogen. Pada saat pria mulai berumur maka jumlah testosteron yang aktif di dalam darah menurun dan kadar estrogen lebih tinggi. Penelitian yang dilakukan pada binatang menunjukkan bahwa BPH disebabkan oleh tingginya kadar estrogen dalam darah disertai dengan peningkatan aktivitas dari substansi yang mempercepat pertumbuhan sel.
Walaupun prostat terus membesar selama lebih dari separuh hidup manusia, pembesarannya tidak selalu menimbulkan masalah sampai pada usia terakhir manusia. Dengan bertambahnya usia akan terjadi keseimbangan testosteron estrogen, karena produksi testosteron menurun dan terjadi konversi testosteron menjadi estrogen pada jaringan adiposa di perifer. Berdasarkan angka autopsi perubahan mikroskopik pada prostat dapat ditemukan pada usia 30-40 tahun. Bila perubahan mikroskopiuk ini terus berkembang akan terjadi perubahan patologik anatomik. Pada pria usia 50 tahun angka kejadiannya sekitar 50%, dan pada usia 80 tahun sekitar 80%. Sekitar 50% dari angka tersebut diatas akan menyebabkan tanda dan gejala klinik.
Penelitian lain mengatakan BPH lebih banyak disebabkan karena dehidrotestoteron (DHT), yaitu substansi yang merupakan derivat dari testoteron dalam prostat yang membantu mengatur pertumbuhan kelenjar prostat. Beberapa binatang kehilangan kemampuannya untuk memproduksi DHT ketika tua. Walau demikian, beberapa penelitian menyatakan bahwa walaupun kadar testoteron dalam darah menurun tetapi DHT terkumpul dalam jumlah besar di dalam prostat. Akumulasi DHT ini mengakibatkan pertumbuhan sel. Jadi para peneliti tersebut menitikberatkan bahwa pria yang tidak memproduksi DHT tidak terjadi pembesaran kelenjar prostat..
Beberapa teori telah dikemukakan berdasarkan faktor histologi, hormon, dan faktor perubahan usia, di antaranya:
1.Teori DHT (dihidrotestosteron): testosteron dengan bantuan enzim 5-a reduktase dikonversi menjadi DHT yang merangsang pertumbuhan kelenjar prostat.
2.Teori Reawakening. Teori ini berdasarkan kemampuan stroma untuk merangsang pertumbuhan epitel. Menurut Mc Neal, seperti pada embrio, lesi primer BPH adalah penonjolan kelenjar yang kemudian bercabang menghasilkan kelenjar-kelenjar baru di sekitar prostat. Ia menyimpulkan bahwa hal ini merupakan reawakening dari induksi stroma yang terjadi pada usia dewasa.
3.Teori stem cell hypotesis. Isaac dan Coffey mengajukan teori ini berdasarkan asumsi bahwa pada kelenjar prostat, selain ada hubungannya dengan stroma dan epitel, juga ada hubungan antara jenis-jenis sel epitel yang ada di dalam jaringan prostat. Stem sel akan berkembang menjadi sel aplifying. Keduanya tidak tergantung pada androgen. Sel aplifying akan berkembang menjadi sel transit yang tergantung secara mutlak pada androgen, sehingga dengan adanya androgen sel ini akan berproliferasi dan menghasilkan pertumbuhan prostat yang normal.
4.Teori growth factors. Teori ini berdasarkan adanya hubungan interaksi antara unsur stroma dan unsur epitel prostat yang berakibat BPH. Faktor pertumbuhan ini dibuat oleh sel-sel stroma di bawah pengaruh androgen. Adanya ekspresi berlebihan dari epidermis growth factor (EGF) dan atau fibroblast growth factor (FGF) dan atau adanya penurunan ekspresi transforming growth factor- b (TGF - b, akan menyebabkan terjadinya ketidakseimbangan pertumbuhan prostat dan menghasilkan pembesaran prostat.
Namun demikian, diyakini ada 2 faktor penting untuk terjadinya BPH, yaitu adanya dihidrotestosteron (DHT) dan proses penuaan. Pada pasien dengan kelainan kongenital berupa defisiensi 5-a reduktase, yaitu enzim yang mengkonversi testosteron ke DHT, kadar serum DHT-nya rendah, sehingga prostat tidak membesar. Sedangkan pada proses penuaan, kadar testosteron serum menurun disertai meningkatnya konversi testosteron menjadi estrogen pada jaringan periperal. Pada anjing, estrogen menginduksi reseptor androgen. Peran androgen dan estrogen dalam BPH adalah kompleks dan belum jelas benar. Tindakan kastrasi sebelum masa pubertas dapat mencegah BPH. Pasien dengan kelainan genetik pada fungsi androgen juga mempunyai gangguan pertumbuhan prostat. Dalam hal ini, barangkali androgen diperlukan untuk memulai proses PPJ, tetapi tidak dalam hal proses pemeliharaan. Estrogen berperan dalam proses hiperplasia stroma yang selanjutnya merangsang hiperlpasia epitel.
Patifisiologi
Pembesaran prostat menyebabkan terjadinya penyempitan lumen uretra pars
prostatika dan menghambat aliran urin sehingga menyebabkan tingginya tekanan
intravesika. Untuk dapat mengeluarkan urin, buli-buli harus berkontraksi lebih kuat
guna melawan tahanan, menyebabkan terjadinya perubahan anatomik buli-buli,
yakni: hipertropi otot destrusor, trabekulasi, terbentuknya selula, sakula, dan
divertikel buli-buli. Perubahan struktur pada buli-buli tersebut dirasakan sebagai
keluhan pada saluran kemih bagian bawah atau Lower Urinary Tract Symptoms
(LUTS). Tekanan intravesika yang tinggi diteruskan ke seluruh bagian buli-buli tidak
terkecuali pada kedua muara ureter. Tekanan pada kedua muara ureter ini
menimbulkan aliran balik dari buli-buli ke ureter atau terjadinya refluks vesikoureter.
Jika berlangsung terus akan mengakibatkan hidroureter, hidronefrosis bahkan
jatuh ke dalam gagal ginjal.
Gejala Klinis
Gejala pada saluran kemih bagian bawah terdiri atas sejak obstruksi dan iritatif yang
umumnya meliputi. Keluhan storage diantaranya adalah kencing menjadi sering (frekuensi), terbangun di malam hari untuk kencing (nokturia), nyeri ketika kencing (disuria), dan tidak kuat menahan kencing (urgensi).Sementara keluhan voiding diantaranya :pancaran kencing menjadi lemah, sulit untuk mengawali kencing atau harus menunggu beberapa saat untuk kencing (hesitansi), ada perasaan tidak lampis setelah kencing, dan juga aliran yang terputus ketika kencing (intermitensi). Satu keluhan lain adalah post micturition symptom ditandai dengan adanya aliran yang menetes pada saat akhir kencing.
Gejala pada saluran kemih bagian atas
Keluhan akibat penyulit hiperplasia prostat pada saluran bagia atas berupa gejala obstruksi
antara lain ; nyeri pinggang, benjolan dipinggang (yang merupakan tanda dari
Hydroneprhosis) atau demam yang merupakan tanda dari infeksi atau urosepsis. Gejala diluar saluran kemih.
Tidak jarang pasien berobat kedokter karena mengeluh adanya hernia inguinalis dan
hemoroid akibat sering mengejan pada saat meningkatkan tekanan intra abdomen. Selain itu
pada pemeriksaan fisik mungkin di dapat buli-buli yang terisi penuh dan teraba massa
kistik di daerah supra simphisis akibat retensi urine. Pada pemeriksaan colok dubur
didapatkan konsistensi prostat kenyal seperti mraba ujung hidung, lotus kanan dan kiri
simetris dan tidak di dapatkan nodul.
Pemeriksaan
1. Keluhan pada saluran kemih bagian bawah
Manifestasi klinis timbul akibat peningkatan intrauretra yang pada akhirnya dapat menyebabkan sumbatan aliran urin secara bertahap. Meskipun manifestasi dan beratnya penyakit bervariasi, tetapi ada beberapa hal yang menyebabkan penderita datang berobat, yakni adanya LUTS. Untuk menilai tingkat keparahan dari LUTS, bebeapa ahli/organisasi urologi membuat skoring yang secara subjektif dapat diisi dan dihitung sendiri oleh pasien. Sistem skoring yang dianjurkan oleh WHO adalah international Prostatic Symptom Score (IPSS). Sistem skoring IPSS terdiri atas 7 pertanyaan yang berhubungan 6 dengan keluhan LUTS dan 1 pertanyaan yang berhubungan dengan kualitas hidup pasien. Dari skor tersebut dapat dikelompokkan gejala LUTS dalam 3 derajat, yaitu: Ringan : skor 0-7 Sedang : skor 8-19 Berat : skor 20-35
2. Gejala pada saluran kemih bagian atas
Keluhan dapat berupa gejala obstruksi antara lain, nyeri pinggang, benjolan di pinggang (hidronefrosis) dan demam (infeksi, urosepsis).
3. Gejala diluar saluran kemih Tidak jarang pasien berobat ke dokter karena mengeluh adanya hernia inguinalis atau hemoroid, yang timbul karena sering mengejan pada saat miksi sehingga mengakibatkan peningkatan tekanan intraabdominal.
Pada pemeriksaan fisik mungkin didapatkan buli-buli yang penuh dan teraba massa kistik di daerah supra simpisis akibat retensi urin. Pemeriksaan colok dubur atau Digital Rectal Examination (DRE) merupakan pemeriksaan fisik yang penting pada BPH, karena dapat menilai tonus sfingter ani, pembesaran atau ukuran prostat dan kecurigaan adanya keganasan seperti nodul atau perabaan yang keras. Pada pemeriksaan ini dinilai besarnya prostat, konsistensi, cekungan tengah, simetri, indurasi, krepitasi dan ada tidaknya nodul. Colok dubur pada BPH menunjukkan konsistensi prostat kenyal, seperti meraba ujung hidung, lobus kanan dan kiri simetris, dan tidak didapatkan nodul. Sedangkan pada karsinoma prostat, konsistensi prostat keras dan teraba nodul, dan mungkin antara lobus prostat tidak simetri.
Sedimen urin diperiksa untuk mencari kemungkinan adanya proses infeksi atau inflamasi pada saluran kemih. Obstruksi uretra menyebabkan bendungan saluran kemih sehingga menganggu faal ginjal karena adanya penyulit seperti hidronefrosis menyebabkan infeksi dan urolithiasis. Pemeriksaan kultur urin berguna untuk mencari jenis kuman yang menyebabkan infeksi dan sekaligus menentukan sensitivitas kuman terhadap beberapa antimikroba yang diujikan. Pemeriksaan sitologi urin digunakan untuk pemeriksaan sitopatologi sel-sel urotelium yang terlepas dan terikut urin.
Pemeriksaan gula darah untuk mendeteksi adanya diabetes mellitus yang dapat menimbulkan kelainan persarafan pada buli-buli.
Jika dicurigai adanya keganasan prostat perlu diperiksa penanda tumor prostat (PSA). Pencitraan Foto polos perut berguna untuk mencari adanya batu opak di saluran kemih, batu/kalkulosa prostat atau menunjukkan bayangan buli-buli yang penuh terisi urin, yang merupakan tanda retensi urin.
- Pemeriksaan IVP dapat menerangkan adanya :
- kelainan ginjal atau ureter (hidroureter atau hidronefrosis)
- memperkirakan besarnya kelenjar prostat yang ditunjukkan dengan indentasi prostat (pendesakan buli-buli oleh kelenjar prostat) atau ureter bagian distal yang berbentuk seperti mata kail (hooked fish)
- penyulit yang terjadi pada buli-buli, yakni: trabekulasi, divertikel, atau sakulasi buli-buli
Pemeriksaan IVP tidak lagi direkomendasikan pada BPH.
USG secara Trans Rectal Ultra Sound (TRUS) digunakan untuk mengetahui besar dan volume prostat, adanya kemungkinan pembesaran prostat maligna sebagai petunjuk untuk melakukan biopsi aspirasi prostat, menentukan jumlah residual urin dan mencari kelainan lain pada buli-buli.
Pemeriksaan Trans Abdominal Ultra Sound (TAUS) dapat mendeteksi adanya hidronefrosis ataupun kerusakan ginjal akibat obstruksi BPH yang lama.
Pemeriksaan derajat obstruksi prostat dapat diperkirakan dengan mengukur:
- residual urin, diukur dengan kateterisasi setelah miksi atau dengan pemeriksaan ultrasonografi setelah miksi
- pancaran urin (flow rate), dengan menghitung jumlah urin dibagi dengan lamanya miksi berlangsung (ml/detik) atau dengan uroflowmetri.
Penatalaksanaan
Tidak semua penderita BPH memerlukan terapi, untuk menentukan apakah penderita BPH perlu mendapatkan terapi serta modalitas terapi mana yang akan dipilih tergantung dari berat ringannya keluhan serta tanda-tanda klinis dari penderita. Keluhan ringan, sedang atau bert dinilaindengan menggunakan sistem skoring.
Tujuan terapi pada pasien BPH adalah mengembalikan kualitas hidup pasien. Bila LUTS dikaitkan dengan BPH, tingkat gangguan dari gejala atau yang mempengaruhi kualitas hidup harus dipertimbangkan disaat menentukan pilihan tatalaksana terbaik. Masalah medis yang lain mungkin dapat mempengaruhi tatalaksana BPH. Bebereapa modalitas terapi untuk BPH antara lain :
1. Watchful Waiting (Observasi)
Watchful atau observasi adalah hanya mengawasi saja secara berkala dan tidak memberikan pengobatan. Pengawasan berkala maksudnya adalah memeriksa ulang setiap 3-6 bulan kemudian setiap tahun tergantung keadaan penderita. Pada pemeriksaan ulang ini dinilai skor dari simtomnya, fisik, laboratorium dan flow urinnya. Indikasi dari sikap ”watchful“ adalah BPH yang diketemukan secara kebetulan, penderita dengan keluhan yang ringan (berdasarkan nilai skoring) serta tidak dijumpai penyulit.
2. Medikamentosa
Indikasi dari terapi medikamentosa adalah BPH dengan keluhan ringan, sedang, berat tanpa disertai penyulit dan BPH dengan indikasi terapi pembedahan tetapi masih terdapat indikasi kontra atau belum “well motivied”. Macam obat yang digunakan adalah :
a. Supresi Androgen
Asumsi yang mendasari terapi dengan supresi androgen pada BPH adalah kontrasi atau supresi androgen menurunkan volume dan gejala prostat pada penderita BPH, dan pria dengan kelainan bawaan berupa defisiensi enzim 5 α reduktase, ternyata kelenjar prostat tidak berkembang. Supresi androgen dapat terjadi dengan memberikan :
1) Penghambat enzim 5 α reduktase
2) Anti androgen
3) Analog Luteinizing hormone relasting hormone (LHRH).
Anti androgen dan analog LHRH tidak dipakai untuk pengobatan BPH karena efek sampingnya sangat merugikan. Efek samping tersebut ialah hilangnya libido, impotensi, hilangnya habitus pria, ginekomastia dan rasa panas di wajah. Keuntungan dari inhibitor 5 α reduktase adalah tidak menurunkan kadar testoteron di dalam darah, sehingga efek samping seperti disebutkan diatas jarang terjadi. Prinsip kerja dari obat ini menghambat metabolisme testoteron menjadi dehidrotestoteron (DHT) yang mrupakan zat aktif perangsang terjadinya hiperplasi prostat. Obat 5 α reduktase yng tersedia di pasar adalah golongan Finasterida dengan nama dagang di Indonesia PROSCAR. Obat ini diberikan per oral, sekali sehari/ tablet. Secara berkala penderita diperiksa lagi dan dievaluasi parameter pra terapi. Bila menunjukkan perbaikan terapi diteruskan dan bila tidak, dipertimbangkan terapi pembedahan.
b. Golongan Alpha Blocker
Tegangan otot polos prostat dikontrol dominan oleh reseptor alpha-1. Kontraksi otot polos prostat, yang merupakan bagian dari sindroma obstruktif BPH, dapat dihambat oleh obat-obat alpha blocker, misalnya : phenoxybenzamin, alfuzosin, doxazin, indoramin dan terazosin. Tetapi harus dimulai dengan dosis rendah dan dengan hati-hati dinaikkan, tergantung respons individual. Penelitian kontrol plasebo, menunjukkan bahwa alpha blocker dapat memperbaiki flow urin dan gejala-gajala BPH. Obat ini harus diberikan dengan cara titrasi (dosis dinaikkan bertahap), biasanya perbaikan tampak 2-3 minggu setelah pemberian dan bila tidak ada efek setelah 3-4 bulan pemberian secara titrasi, maka alternatif terapi lain harus dipertimbangkan.
Pada tiga studi menggunakan alpha blocker menghasilkan hasil yang sama. Skor keluhan menurun dengan mean 16,85-17,9% dibanding 14,5% pada plasebo. Flow urin membaik kurang lebih 3 ml/ detik.
Efektifitas jangka panjang belum diketahui. Efek samping yang dapat terjadi meliputi takikardi, palpitasi, kelemahan, lelah dan hipertensi postural yang dapat menimbulkan masalah pada pasien-pasien pasca penyakit serebrovaskuler atau riwayat sinkop. Pusing atau vertigo dan sefalgia terjadi pada 10-15% pasien, dan hipertensi postural pada 2-5% pasien.
3. Intervensi Invasif
1) Open prostatektomi
Dikenal 2 cara :
a. Freyer
Teknik : suprapubik transvesikacal prostatektomi
Balfied tahun 1887 pertama kali melakukan pembedahan cara ini, kemudian oleh Sir Peter Freyer dari London dilaporkan pada kongres SIU di Paris tahun 1900.
b. Millin
Teknik : Retropubik transkapsular prostatektomi.
Tahun 1945 dikenalkan oleh Terence Millin dari Inggris
Keuntungan : Sumber perdarahan jelas dan apeks prostat lebih mudah dicapai.
Operasi terbuka ini dianjurkan pada BPH dengan berat lebih dari 50 gram atau yang diperkirakan tidak dapat reseksi dengan sempurna dalam waktu satu jam. BPH yang disertai penyulit, misalnya batu buli-buli yang diameternya lebih dari 2,5 cm atau multipel dan bila tidak tersedia fasilitas untuk melakukan TUR Prostat baik sarana maupun tenaga ahlinya.
2) Transuretra Reseksi Prostat (TURP)
Pada tahun 1900 diperkenalkan konsep tabung berjendela oleh Hugh Hampton Young dan tahun 1913 Reseksi prostat secara Sistoskopik dikerjakan pertama kali, alat tersebut dimasukkan ke dalam jaringan dan secara “blind” memotong jaringan tersebut dengan pisau yang terdapat dalam tabung tersebut.. Tahun 1924 Reinholdt Wapper dan George Wyeth menemukan electrical Cutting, kemudian Bowie dari Harvard berhasil mengembangkan suatu generator yang berfungsi sebagai cutting dan coagulating. Mc Carthey pada tahun 1932 memperkenalkan alat resektoskop penerawangan langsung dengan lensa for oblique dan kawat lengkung yang berfungsi sebagai pemotong dan koagulasi jaringan prostat. Sejak saat itu sampai sekarang reseksi prostat transuretra menjadi “gold standard” dari pembedahan prostat dan merupakan tindakan endo Urologik terbanyak (90-95%) untuk mengatasi obstruksi intravesikal yang disebabkan oleh BPH.
3) Transuretra Insisi Prostat (TUIP)
Pada TUIP tidak dikerjakan reseksi prostat tetapi hanya melakukan insisi pada posisi jam 5 dan jam 7 dari kelenjar prostat dengan menggunakan pisau dari Collin. TUIP pertama kali dilaporkan oleh ORANDI pada tahun 1973. TUIP hanya dikerjakan untuk BPH obstruktif yang ukurannya kecil, besar RT derajat I atau kurang dari 20 gram. Keuntungan dari TUIP adalah waktu operasi dan waktu rawat inap yang lebih singkat, penyulit yang jauh lebih sedikit tetapi insiden prostat kambuh tentu lebih sering yang masih berbeda pendapat adalah permasalahan tentang panjangnya serta dalamnya insisi.
4) Transuretra Laser Insisi Prostat (TULIP)
Sinar laser sudah lama berperanan dalam pembedahan dan terbukti manfaatnya. Jenis laser yang digunakan pada terapi BPH adalah Nd YAG laser. Pada tahun 1985 SHANBERG melaporkan penggunaan laser pada prostatektomi. Kendala utamanya adalah belum bisa mengarahkan sinar laser secara akurat. Juga karena yang digunakan saat itu kontak laser maka terjadi pengarangan pada ujung probe sehingga kekuatan laser berkurang. Saat ini telah berhasil dibuat peralatan untuk membelokkan sinar laser sehingga tepat mengenai lobus lateral dari prostat. Juga jenis probenya adalah non kontak probe.
4. Intervensi Invasif Minimal
Meliputi :
1) Transuretral Ballon Dilatasi (TUBD)
Dengan menggunakan balon kateter yang berkapasitas antara 75F-110F dengan tekanan antara 3-5 atmosfir, uretra prostatika di dilatasi selama 10-30 menit. Terapi ini dikerjakan untuk BPH yang kecil dan tanpa pembesaran dari lobus medius. Terdapat perbaikan keluhan dan flowmetrik sampai 3-6 bulan sesudah tindakan walaupun secara sitoskopik ternyata tidak ada perbedaan di daerah uretra prostatika pra dan pasca tindakan.
2) Prostat Stent
Stent dibuat dari bahan kawat yang dianyam hingga berbentuk tabung. Stent dipasang di uretra prostatika untuk mencegah berdempetnya prostat.
3) Terapi Termal , dibagi menjadi tiga macam antara lain :
a. Hipertermi
Kelenjar prostat dipanasi 41-45° C, dan pemanasannya dikerjakan dengan menggunakan “probe” baik transrektal ataupun transuretral. Pemanasan dilakukan beberapa kali dengan frekwensi 1-2 kali/ minggu. Setiap kali pemanasan berlangsung kurang lebih satu jam.
b. Transuretral Mikrowave Termoterapi (TUMT)
Termoterapi adalah penyempurnaan dari terapi hipertermia. Dengan menggunakan kateter 22F yang dihubungkan dengan sumber panas mikrowave 1296 MHZ, prostat dipanaskan 45-60° C, sementara itu secara terus-menerus uretra didinginkan sehingga mukosanya tidak rusak. Temperatur juga dipantau terus menerus. Dengan pemanasan yang cukup tinggi tadi akan terjadi destruksi, koagulasi dan akhirnya nekrosis. Pada termoterapi pemanasan dilakukan satu kali. Keuntungannya adalah tidak memerlukan anestesi umum maupun regional, tetapi peralatannya relatif mahal
c. Transuretral Needle Ablasi (TUNA)
Dengan menggunakan alat khusus yang dimasukkan ke kelenjar prostat, kemudian dengan microwave prostat dipanaskan sampai 120° C. Hasil yang pernah dilakukan menunjukkan perbaikan flow maksimal dari 9 ml/ deti menjadi 17 ml/ detik. Penelitian multi senter terus dikerjakan agar mendapat kasus yang cukup banyak untuk dapat diambilk kesimpulan guna generalisasi.